MALANG, JUMAT - Potensi limbah sampah yang cukup besar di Indonesia mengharuskan adanya regulasi berupa Undang-Undang terkait pengelelolaannya sebagai bahan baku kompos maupun daur ulang untuk berbagai kepentingan.
Menurut ahli sanitasi dan perkomposan Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Jawa Timur, Prof Dr Chandrawati Cahyani, Jumat (9/11), regulasi awal berupa RUU tersebut cukup penting mengingat potensi limbah sampah yang bisa dikelola secara maksimal dan menghasilkan nilai ekonomis cukup besar.
"Dalam beberapa tahun terakhir ini saya sudah mendengar adanya RUU pengelolaan sampah ini, namun sampai sekarang belum juga dibahas kembali ditingkat DPR maupun pemerintah bahkan seperti ’membeku’ tidak ada tindaklanjutnya padahal ini penting baik secara ekonomi maupun kesehatan masyarakat Indonesia," ujarnya di Malang.
Chandrawati mengatakan pengelolaan sampah menjadi kompos, akan mampu mereduksi subsidi pupuk pemerintah kepada petani yang saat ini mencapai Rp 1,3 triliun lebih.
Ia mengakui, pupuk memang penting dan kompos bukanlah pupuk seperti yang diproduksi pabrik, tetapi kompos mampu memperbaiki tekstur tanah, tanah menjadi gembur sehingga bisa memperbaiki aliran oksigen dan memungkinkan tumbuhnya akar sehat yang dapat menyerap unsur hara tanah secara efektif.
Pemakaian pupuk kimia oleh petani, lanjut dosen kimia Unibraw itu, saat ini sudah tidak rasional, dari rekomendasi Departemen Pertanian sebanyak 200 sampai 250 kg/hektare, kenyataan di lapangan, petani khususnya di Pulau Jawa sudah menggunakan 400 sampai 500 kg/hektare atau dua kali lipat dari ketentuan.
"Saya kira regulasi pengolahan sampah menjadi kompos ini cukup mendesak apalagi sekarang banyak perkebunan kopi di Indonesia yang mengimpor kompos dari AS dengan harga Rp3.000/kg, sementara kompos lokal sulit dijual meski dengan harga Rp 500/kg akibat tidak adanya jaminan kualitas serta kesinambungan suplai," ujarnya. (ANTARA/IMA)
Jumat, 30 Januari 2009
Langganan:
Postingan (Atom)